Telisik Foto: dr. Wahidin Soedirohoesoedo, Kassian Céphas, dan Dr. G. A. J. Hazeu
Dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Nasional 2018, Telisik Foto kali ini akan sedikit mengulik sebuah foto yang menjadi koleksi digital KITLV. Dalam keterangan di websitenya, tercantum keterangan sebagai berikut:
Foto bersama di rumah Dr. Wahidin Soedirohoesoedo di Desa Gelaran, Yogyakarta sekitar 1902Berdiri dari kiri ke kanan:dr. Wahidin Soedirohoesoedo, Fotografer pengadilan Kraton Kassian Céphas, Dr. G. A. J. Hazeu, dan seorang pegawai pajak kantor residenDiterbitkan dalam 'Wahidin Soedirohoesoedo: in memoriam' oleh S. Soerjaningrat, Hindia Belanda Lama dan Baru. - tahun pertama (1916/1917), halaman 265
dr. Wahidin Soedirohoesoedo
- Dikenal sebagai penyeru Kebangkitan Nasional, beliau lahir di desa Mlati, Sleman Yogyakarta. Kakek beliau adalah saudara nenek dr. Radjiman Wedyodiningrat (atau Wiryodiningrat?), jadi terhitung sepupu ketua BPUPKI tersebut.
- Beliau adalah ayah dari Abdullah senior, pelukis terkenal yang berputra pelukis tak kalah kondang, Basuki Abdullah.
- Buku 20 Mei Pelopor 17 Agustus menyebutkan bahwa Wahidin adalah keturunan bangsawan Makassar bernama Karaeng Daeng Naba yang melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Sultan Mataram Islam dan Belanda melawan Trunojoyo (versi ini berdasarkan keterangan dr. Radjiman Wedyodiningrat). Bahwa apakah benar membantu Belanda, ataukah melakukan penyusupan ke dalamnya, kerumitan ini dalam pandangan Leonard Y. Andaya dapat lebih jernih dipahami dengan mempertimbangkan tiga ciri kultural yang memegang peranan sangat penting dalam sejarah Sulawesi Selatan saat itu, yaitu siri’, pacce, dan sare. Salah satu yang menjelaskan peran Daeng Naba adalah film Diaspora Bugis Makassar dan Kebangkitan Nasional. Di sana peran Daeng Naba adalah sebagai negosiator yang tujuannya mengupayakan agar di medan pertempuran nanti pasukan Trunajaya, Madura, dan Karaeng Galesong tidak berhadapan dengan pasukan Mataram melainkan berhadapan dengan pasukan Belanda.
- Beliau selalu menjadi sumber inspirasi kaum muda dan pelajar pada waktu itu.
- Beliau seorang tabib ulung, filantropis, mengelilingi seluruh pulau Jawa mengumpulkan bantuan keuangan bagi pembangunan suatu dana beasiswa (studie-fonds) untuk membantu para mahasiswa cerdas dan tidak mampu dalam pendidikan mereka, langkah pertama menjunjung derajat martabat rakyat dan bangsa.
Kassian Céphas
- Fotografer pengadilan Kraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, pelestari budaya Jawa dan sejarah Indonesia sejak Hindia Belanda, terutama melalui karya fotografinya.
Dr. Godard Arend Johannes Hazeu
- Etnolog pegawai Belanda, datang ke Jawa sebagai guru bahasa Jawa, kemudian menjadi murid/asisten dan akhirnya penerus Dr. C. Snouck Hurgronje sebagai penasehat kolonial urusan bumiputra, peneliti budaya termasuk bahasa dan wayang
- Banyak mewarisi pemikiran gurunya, sebagai penganut politik etis, mendorong pembangunan institusi pendidikan modern untuk rakyat Hindia-Belanda
- Lain dengan gurunya yang pada akhirnya dianggap sebagai musuh muslim Indonesia khususnya orang Aceh yang menganggap kebijakannya terlalu represif, karakter Hazeu dipandang simpatik pada kalangan nasionalis, khususnya kelas priyayi atau aristokrat Jawa
- Salah satu kesimpulan pandangannya adalah menyatakan bahwa pertunjukan wayang kulit kemungkinan besar merupakan ciptaan khas dan murni dari orang Jawa, bukan kelanjutan dari praktik Hindu kuno
- Menanggapi positif kelahiran, mendorong dan mengawasi kemajuan, dan membantu Sarekat Islam dan masyarakat bumiputra dengan Belanda
- Sebagaimana gurunya, ia mengangkat anak asuh, termasuk Musso dan mengangkat Alimin sebagai anak
- Ketua pengurus Komisi untuk Bacaan Rakyat yang akhirnya menjadi Balai Pustaka
Sumber Foto:
Foto koleksi digital KITLV di https://digitalcollections.universiteitleiden.nl
- akan diperbaharui dengan informasi baru yang diperoleh
0 Komentar "Telisik Foto: dr. Wahidin Soedirohoesoedo, Kassian Céphas, dan Dr. G. A. J. Hazeu"
Posting Komentar